Selasa, 01 Mei 2012

dialektika kontradiksinya

  
Kontradiksi di hilir lebih kongkrit, begitu komentar seorang kawan. Untuk kasus sungai benar adanya. Persoalan pengelolaan air di kawasan hilir jauh lebih kompleks dengan persoalan di hulu.

Seorang kawan yg lain protes keras dengan situasi ini. menurutnya tidak adil karena orang hulu diminta menjaga hutan dan dilarang membuka lahan karena menjaga daerah resapan air untuk kepentingan masyarakat kota. Aneh juga kenapa tidak ada kota yg maju yg adanya di atas gunung. Identiknya kota dengan kumuh, kisruh dan air kotor. Padahal kalau kotanya di atas gunung kan bisa enak, sejuk dan air jernih. Emang udah kodrati kalau puncak adalah tempat wisata, tempat menyepi, bertapa. Kota-kota berperadaban tinggi bisa ditemukan di Machu Picu yg notabene berada di atas gunung tuh ...

Sebut saja itu 'kelompok orang marah', ujarku cepat. Tidak tepat, kata sang kawan. Ah kenapa sih dibuat ribet kan ini hanya soal istilah dan penyebutan saja. Apa konsekuensinya dari istilah itu? Ada!

menurut saya tidak tepat..karena mereka disadarkan oleh dialektika kontradiksinya

Oalah barang apa lagi nih dialektika kontradiksi. Keselnya lagi nih si dialektika seakan kata ampuh. Selalu muncul di saat diskusi penuh dengan kata.

kalo kelompok marah menjadi sangat subjektif...tapi kalo diperiksa yang terjadi adalah ada triger disana
kecelakaan atau tindakan yang dilakukan perusahaan merupakan triger-nya..bukan yang menjadikannya

Ooo jelas sudah. Ini soal S dan O. Subjek - Objek. Menyederhanakan menjadi sebutan kelompok marah, seakan persolan terletak di kelompok yg sedang berdinamika itu. Padahal perhatian harusnya bergeser ke akar persoalan lebih dalam. Dimana ada aktivitas ekonomi yg merusak tatanan ekosistem dan sosial masyarakat. Sebut sebuah pakrik karet yg mencemari sungai, pabrik dan perkebunan kelapa sawit yg membuka lahan dan menggeser kesejahteraan orang banyak di daerah itu.
Posted by Picasa

Tidak ada komentar: